19/06/11

Perkembangan Reklamasi Tambang




Studi Status Fungi Mikoriza Arbuskula di Areal Rehabilitasi
Pasca Penambangan Nikel
(Yadi Setiadi dan Arif Setiawan)


JURNAL SILVIKULTUR TROPIKA
Vol. 03 No. 01 Agustus 2011, Hal. 88 – 95

ISSN: 2086-8227
 
Proses operasi penambangan penambangan terbuka dilakukan dengan mengambil mineral tambang dengan membuka lapisan tanah yang ada di atasnya. Proses tersebut mengakibatkan kerusakan lingkungan, seperti rusak atau hilangnya vegetasi, hewan, tanah dan juga menghilangkan ekosistem yang ada. Dampak negatif dari hilangnya vegetasi antara lain yaitu meningkatnya erosi, hilangnya keanekaragaman hayati, merusak habitat satwa liar, degradasi areal penyimpanan air (Setiadi, 1995), untuk mengurangi dampak negatif yang terjadi maka perlu dilakukan revegetasi.

Di lapangan, proses revegetasi ini tidaklah mudah untuk dilakukan. Area yang akan direvegetasi kondisi
tanahnya (fisik, kimia dan biologi) telah rusak (marginal) dan tidak mampu mendukung pertumbuhan tanaman dengan baik. Bibit pohon yang ditanam banyak yang mati, dan untuk pohon yang bertahan hidup pertumbuhannya tidak maksimal (Setiadi, 1995). Hal tersebut disebabkan karena tanah yang masam, defisiensi P, keracunan logam Al dan Fe, rendahnya aktivitas mikroba dan juga mengalami stress air. Dengan demikian perlu dilakukan usaha-usaha dengan menggunakan input teknologi agar dapat menunjang proses revegetasi tersebut. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan mengaplikasikan peran fungi mikoriza arbuskula (FMA) sebagai inokulum. FMA merupakan komponen esensial yang dibutuhkan untuk membantu meningkatkan daya hidup dan pertumbuhan tanaman, khususnya pada lokasi pasca tambang (Kiernan et al., 1983; Garedner & Malajczuk, 1988; Jasper et al., 1988 dalam Setiadi, 1995)


Fungi ini dapat membantu proses revegetasi dengan meningkatkan daya larut mineral, meningkatkan pengambilan nutrisi, mengikat partikel tanah menjadi agregat yang stabil dan meningkatkan toleransi terhadap kekeringan dan keracunan logam (Linderman & Pfleger, 1994; Jasper 1994 dalam Setiadi 1995). Sehubungan dengan hal itu, penelitian ini dilakukan sebagai studi awal untuk mempelajari status dan potensi mikoriza di areal tambang.

21/03/11

Lebih Mengenal GIS


Pengertian GIS

Sistem Informasi Geografis adalah suatu teknologi baru yang pada saat ini menjadi alat bantu (tools) yang sangat esensial dalam menyimpan, memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan kembali kondisi-kondisi alam dengan bantuan data atribut dan spasial (Prahasta 2002). Sedangkan menurut Chrisman (1997) dalam Prahasta (2002) menyatakan bahwa sistem informasi geografis adalah sistem yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data, manusia (brainware), organisasi dan lembaga yang digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, menganalisa dan menyebarkan informasi-informasi mengenai daerah-daerah di permukaan bumi.

Komponen GIS

Gistut (1994) dalam Prahasta (2002) menyebutkan bahwa SIG memiliki komponen yang terdiri dari perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), data dan informasi geografi, dan manajemen data. Perangkat keras untuk SIG antara lain adalah computer, mouse, digitizer, printer, plotter, dan scanner. Perangkat lunak terdiri dari word processing, sphread (mengolah angka) data, database presentation dan aplikasi-aplikasi SIG lainnya.
Menurut Jaya (2002) data vektor adalah struktur data yang berbasis pada sistem koordinat yang umum digunakan untuk menyajikan feature peta. Data raster adalah data dimana semua obyek disajikan secara sekuensial pada kolom dan baris dalam bentuk sel-sel atau yang sering dikenal dengan picture element yang selanjutnya disingkat pixel.

Analisis data GIS

Analisis spasial adalah proses pemodelan, pengujian dan interpretasi hasil dari model (Jaya 2002). Prahasta (2002) menyebutkan bahwa secara umum terdapat dua fungsi analisis yaitu fungsi analisis atribut dan analisis spasial.
a.    Fungsi analisis atribut terdiri dari:
1. Operasi Dasar Sistem Pengelolaan Basis Data (DBSM) 
2. Perluasan operasi basis data
b.    Analisis spasial terdiri dari:
1. Klasifikasi yaitu mengklasifikasikan kembali suatu data spasial (atau atribut) menjadi data spasial yang baru dengan menggunakan kriteria tertentu
2. Network yaitu fungsi ini merujuk data spasial titik-titik atau garis sebagai suatu jaringan yang tidak dipisahkan
3. Overlay yaitu fungsi ini menghasilkan data spasial baru dari minimal dua data spasial yang menjadi masukannya
4. Buffering yaitu fungsi yang akan menghasilkan data spasial baru yang berbentuk poligon atau zone dengan jarak tertentu dari data spasial masukannya
5. 3D analisis yaitu fungsi ini berhubungan dengan presentasi data spasial dalam bentuk 3 dimensi
6. Digital emage processing yaitu fungsi ini dimiliki oleh perangkat SIG yang berbasiskan raster.
SIG menghubungkan sekumpulan unsur-unsur peta dengan atribut-atributnya didalam satuan-satuan yang disebut layer. Kumpulan layer akan membentuk basis data SIG (Prahasta 2002). Operasi menggabungkan feature dari dua layer ke dalam layer baru serta menggabungkan secara relasional tabel atribut feature-nya disebut overlay spasial (Jaya 2002).
Prahasta (2002) membagi SIG menjadi beberapa subsistem, yaitu:
  1. Data input yaitu data yang akan diinput ke dalam sistem. Bentuk data tersebut diantaranya tabel, laporan, pengukuran lapang, peta, citra satelit, foto udara dan data digital lain
  2. Data output yaitu hasil dari pengolahan data dapat berupa peta, tabel, laporan dan informasi digital
  3. Data manajemen yaitu mengorganisasikan baik data atribut maupun data spasial ke dalam sebuah basis data sehingga mudah untuk diperbaharui atau dikoreksi
  4. Data manipulasi dan analisis yaitu melakukan manipulasi dan pemodelan data untuk menghasilkan informasi yang diharapkan.